Ditolak Banyak Pihak, Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Perlu Dikaji Ulang - Sumatera Executive

Breaking

Monday, January 20, 2020

Ditolak Banyak Pihak, Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Perlu Dikaji Ulang

Kenaikan%2BIuran%2BBPJS%2BKesehatan%2BDitolak%2BBanyak%2BPihak

Jakarta. SE - Meski sudah resmi berjalan sejak awal 2020 silam, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu kebijakan pemerintah yang ditolak banyak pihak.

Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto pun berinisiatif untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut.

Menurut Terawan, pihaknya akan kembali melakukan rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR RI dan BPJS Kesehatan per Senin (20/1/2020) mendatang mengenai kelanjutan nasib kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Lantas, seberapa besar urgensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini terutama bagi kepentingan banyak masyarakat?

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebenarnya bukanlah urgensi yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang ada di tubuh layanan kesehatan masyarakat itu.

"Sebenarnya kalau bicara perlu tidaknya, saya memang tidak melihat urgensinya secara langsung ya. Sebab kalau alasannya untuk menutup defisit, maka kita perlu menyisir dulu penyebab defisitnya selama ini itu dari mana," ujar Yusuf , Minggu (19/1/2020).

Menurutnya, pemerintah masih mampu menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan tanpa harus menaikkan iurannya yang makin membebankan masyarakat.

"Ada beberapa cara memang masih bisa ditempuh selain dengan tidak menaikkan iuran, seperti misalnya menggunakan iuran keuangan BPJS itu sendiri," tambahnya.

Adapun iuran keuangan BPJS Kesehatan yang dimaksudnya adalah menggunakan rasio likuditas.

Sebagaimana diketahui, suatu perusahaan dapat dikatakan sehat apabola rasio likuiditasnya telah mencapai 100%. Sedangkan, rasio likuitas BPJS Kesehatan sendiri sudah melebihi itu.

"Nah rasio likuditas BPJS mencapai 120%. Kondisi ini menunjukkan kemampuan pengelolaan keuangan yang relatif baik, seharusnya bisa dari situ, mengambil keuntungan dari laporan keuangannya BPJS. Menurut saya itu juga perlu dipertimbangkan," tambahnya.

Selain itu, pemerintah tentunya bisa mengakali masalah defisit tadi dengan menggunakan skema subsidi langsung.

"Misalnya menaikkan cukai rokok dengan skema tertinggi dan kemudian itu bisa disalurkan langsung kepada aliran struktur keuangan BPJS kesehatan itu sendiri," pungkasnya.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019.

Dalam beleid tersebut ditetapkan pemberlakuan tarif baru mulai berlaku per 1 Januari 2020 kemarin.
(dna/detikcom)

No comments:

Post a Comment

PT.Sumatera Executive News Mengucapkan, Selamat datang di Website www.sumateraexecutive.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga Anda puas