PADANG (sumbar). SE - Lapangan East Natuna yang berada di Perairan Natuna, Kepulauan Riau yang ditemukan sejak 1973, ditaksir memiliki sumber daya sekitar 222 cadangan trillion standard cubic feet (TCF), dengan sumber daya kontijen sebesar 46 TCF, yang artinya cadangan gas terbesar di Indonesia.
Lapangan yang berada di offshore ini menjadi salah satu fokus pengembangan gas di masa yang akan datang selain Lapangan Gas Masela dan Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD).
Selama ini pengembangan gas di Natuna tersebut mengalami berbagai kendala yang telah bertahun-tahun, dan belum berhasil diselesaikan pemerintah hingga saat ini.
Di sisi lain, permintaan gas terus meningkat sehingga produksi pada lapangan ini sangat ditunggu. Besarnya kandungan CO2 berkisar 70 persen menjadi tantangan utama yang dihadapi ketika berproduksi selain tantangan lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) mendorong agar pengembangan gas bumi di lapangan East Natuna dapat segera terealisasi.
Selain itu, potensi di kawasan Indonesia Tengah dan Timur ikut menjadi sorotan untuk dicarikan strategi pengembangan yang tepat. Kedua bahasan ini menjadi kegiatan utama melalui plenary session dalam Simposium IATMI 2018 yang digelar hari ini di Grand Inna Muara Hotel Padang, Sumatera Barat (1-3 Oktober 2018).
“Kami ingin memberikan ide-ide dan rekomendasi kepada pemerintah, sekaligus mensinergikan strategi pengembangan gas di Indonesia,” kata Ketua IATMI, Tutuka Ariadji.
Simposium kali ini bertajuk “Strategi Revolusioner Pengembangan Lapangan, Teknologi dan Kebijakan Migas Guna Meningkatkan Ketahanan Energi Dalam Rangka Ketahanan Nasional”.
Tema ini diusung untuk mendukung, memberikan rekomendasi, dan mencari terobosan-terobosan strategi mengenai pengembangan lapangan, teknologi, dan kebijakan migas untuk mencapai ketahanan energi nasional.
Menurut Tutuka, tema ini relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Tantangan yang semakin besar yang mengharuskan pemangku kepentingan untuk berpikir dan bekerja yang lebih keras untuk mencapai ketahanan energi di masa datang.
Dalam menyelesaikan permasalahan ini diperlukannya terobosan revolusioner dan juga sinergi seluruh pemangku kepentingan, antara lain pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri, akademisi dan publik.
Hadir narasumber dalam simposium ini diantaranya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Djoko Siswanto, perwakilan Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, direksi Pertamina, PLN, dan Pupuk Indonesia.
Ketua Simposium IATMI, Waras Budi Santosa menambahkan, berbagai kegiatan yang akan diadakan diantaranya plenary session, professional technical paper, student festival paper contest (FPC), IATMI Technology Workshop & Short Course, IATMI International & Inter-regional Consolidation.
“Simposium diharapkan memberikan kesempatan untuk berinteraksi dalam sesi teknikal, bisnis dan interaksi sosial, serta menjadi ajang networking dan sinergi antara pemerintahan pusat dan daerah, perusahaan migas dan pendukungnya, profesional migas, akademisi, dan mahasiswa,” terang Waras.
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan (IATMI) merupakan Asosiasi non profit, didirikan di Jakarta pada 7 Juni 1979 oleh sekelompok professional Indonesia yang fokus pada bidang industri perminyakan dan gas.
Pada saat ini IATMI memiliki lebih dari 10.000 anggota tersebar di Indonesia dan beberapa negara di dunia yang terbagi dalam berbagai komisariat.
#deni
No comments:
Post a Comment